1.
Adanya PTUN
Peradilan tata usaha negara adalah salah satu
pelaku kekuasaan kehakiman untuk rakyat yang mencari keadilan terhadap sengketa
tata usaha negara. Pengadilan Tata Usaha Negara di atur
dalam UU No.5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara yang kemudian
pembentukannya dimasing-masing Ibukota Kabupaten atau Kotamadya didasarkan pada
Keputusan Presiden. Latar belakang dibentuknya Pengadilan Tata Usaha Negara
sebagai salah satu lembaga peradilan di Indonesia disebabkan oleh Indonesia
sebagai negara hukum dan Indonesia sebagai negara kesejahteraan.[1]
Fungsi
Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik
yang timbul antara pemerintah (Badan/Pejabat TUN) dengan rakyat (orang
perorang/badan hukum perdata). Konflik disini adalah sengketa tata usaha negara
akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara. Untuk lebih mendalami
urgensi eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara dilihat dari tujuan dan
fungsinya dapat dilihat dari beberapa pendekatan, yaitu pendekatan dari segi
filsafat, segi teori, segi historis dan segi sistem terhadap peradilan
administrasi.[2] Pada konsep
rechtsstaat terdapat lembaga peradilan administrasi yang merupakan lingkungan
peradilan yang berdiri sendiri. Dalam setiap negara hukum harus terbuka
kesempatan bagi tiap-tiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat
administrasi negara. PTUN dianggap dapat menjamin agar warga negara tidak
didzalimi oleh keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai
pihak yang berkuasa.
Adanya tata
usaha negara dalam negara hukum yaitu karena untuk uji materi basic yang
bersifat tetap yang dibuat oleh lembaga liberal, dan peradilan ini hanya ada di
dalam hukum formal.
2.
Adanya PTN
Pentingnya Mahkamah Konstitusi adalah dalam
upaya untuk memperkuat system checks and balances antara cabang-cabang
kekuasaan yang sengaja dipisah-pisah untuk menjamin demokrasi. Selain adanya
Pengadilan Administrasi Negara atau Pengadilan Tata Usaha Negara (verwaltungsgericht),
di lingkungan negara-negara yang menganut tradisi ‘civil law’, sejak tahun
1920, juga berkembang adanya Pengadilan Tata Negara (verfassungsgericht).
Keberadaan mahkamah konstitusi ini di berbagai negara demokrasi dewasa ini
makin dianggap penting dan karena itu dapat ditambahkan menjadi satu pilar baru
bagi tegaknya Negara Hukum modern. [3]
Jadi intinya,
pentingnya keberadaan lembaga ini adalah dalam upaya memperkuat sistem check
and balance antara cabang-cabang kekuasaan misalnya dengan wewenang memutus
sengketa antar lembaga negara.
3. Adanya Asas Legalitas
Asas legalitas
(the principle of legality) yaitu asas yang menentukan setiap tindak pidana
harus diatur terlebih dahulu oleh suatu aturan undang-undang atau
setidak-tidaknya oleh suatu aturan hukum yang telah ada atau berlaku sebelum
orang itu melakukan perbuatan.
Setiap orang
yang melakukan tindak pidana harus dapat mempertanggungjawabkan secara hukum
perbuatannya itu. Rumusan tersebut juga dirangkum dalam satu kalimat, yaitu “nullum
delictum, nulla paoena sine praevia lege poenali”. Artinya, “tidak ada
perbuatan pidana, tidak ada pidana, tanpa ketentuan undang-undang terlebih
dahulu”.
Dalam pasal 1
ayat 1 KUHP mengandung pokok tentang asas legalitas yaitu:
a. Tidak ada suatu
perbuatan yang dapat dipidana (dihukum) apabila perbuatan tersebut tidak diatur
dalam suatu pera-turan perundang-undangan sebelumnya/terlebih dahulu, jadi
harus ada aturan yang mengaturnya sebelum orang tersebut melakukan perbuatan.
b. Untuk
menentukan adanya peristiwa pidana (delik/tindak pidana) tidak boleh
menggunakan analogi, dan
c. Peraturan-peraturan
hukum pidana/perundang-undangan tidak boleh berlaku surut
Asas legalitas
ini sangat penting untuk menjamin kepastian hukum sebab dengan demikian
keadilan bagi terdakwa akan tersedia sesuai kejujuran terdakwa dalam fakta
persidangan (dalam hal ini khususnya mengenai waktu terjadinya peristiwa
hukum).
4.
Adanya Pengakuan HAM
Setiap manusia sejak dilahirkan menyandang hak-hak yang bersifat
asasi. Negara tidak dibenarkan membatasi/mengurangi makna kebebasan dan hak-hak
asasi manusia itu. Adanya perlindungan Ham merupakan pilar penting dalam setiap
negara hukum. Terbentuknya Negara dan demikian pula penyelenggaraan kekuasaan
suatu Negara tidak boleh mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak-hak asasi
kemanusiaan itu.
Karena itu, adanya perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak
asasi manusia itu merupakan pilar yang sangat penting dalam setiap Negara yang
disebut sebagai Negara Hukum. Jika dalam suatu Negara, hak asasi manusia
terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya
tidak dapat diatasi secara adil, maka Negara yang bersangkutan tidak dapat
disebut sebagai Negara Hukum dalam arti yang sesungguhnya.[4]
Pengakuan, Penghormatan dan Perlindungan Hak Asasi
Manusia berakar dalam Penghormatan atas Martabat Manusia (Human
Dignify).
[1] S.F
Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di
Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2003, hlm. 1.
[2] Umar Said Sugiarto, 2013, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta, hlm 325
[3] Jimly Asshiddiqie, Makalah gagasan Negara Hukum Indonesia,
hlm 18
[4] Jimly Asshiddiqie, loc. cit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar