Senin, 22 Mei 2017

Karakteristik Negara Hukum Rechsstaat


1.      Adanya PTUN

Peradilan tata usaha negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman untuk rakyat yang mencari keadilan terhadap sengketa tata usaha negara. Pengadilan Tata Usaha  Negara di atur dalam UU No.5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara yang kemudian pembentukannya dimasing-masing Ibukota Kabupaten atau Kotamadya didasarkan pada Keputusan Presiden. Latar belakang dibentuknya Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai salah satu lembaga peradilan di Indonesia disebabkan oleh Indonesia sebagai negara hukum dan Indonesia sebagai negara kesejahteraan.[1]

Fungsi Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik yang timbul antara pemerintah (Badan/Pejabat TUN) dengan rakyat (orang perorang/badan hukum perdata). Konflik disini adalah sengketa tata usaha negara akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara. Untuk lebih mendalami urgensi eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara dilihat dari tujuan dan fungsinya dapat dilihat dari beberapa pendekatan, yaitu pendekatan dari segi filsafat, segi teori, segi historis dan segi sistem terhadap peradilan administrasi.[2] Pada konsep rechtsstaat terdapat lembaga peradilan administrasi yang merupakan lingkungan peradilan yang berdiri sendiri. Dalam setiap negara hukum harus terbuka kesempatan bagi tiap-tiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat administrasi negara. PTUN dianggap dapat menjamin agar warga negara tidak didzalimi oleh keputusan-keputusan para pejabat administrasi negara sebagai pihak yang berkuasa.

Adanya tata usaha negara dalam negara hukum yaitu karena untuk uji materi basic yang bersifat tetap yang dibuat oleh lembaga liberal, dan peradilan ini hanya ada di dalam hukum formal.

2.      Adanya PTN

Pentingnya Mahkamah Konstitusi adalah dalam upaya untuk memperkuat system checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan yang sengaja dipisah-pisah untuk menjamin demokrasi. Selain adanya Pengadilan Administrasi Negara atau Pengadilan Tata Usaha Negara (verwaltungsgericht), di lingkungan negara-negara yang menganut tradisi ‘civil law’, sejak tahun 1920, juga berkembang adanya Pengadilan Tata Negara (verfassungsgericht). Keberadaan mahkamah konstitusi ini di berbagai negara demokrasi dewasa ini makin dianggap penting dan karena itu dapat ditambahkan menjadi satu pilar baru bagi tegaknya Negara Hukum modern. [3]

Jadi intinya, pentingnya keberadaan lembaga ini adalah dalam upaya memperkuat sistem check and balance antara cabang-cabang kekuasaan misalnya dengan wewenang memutus sengketa antar lembaga negara.
3.      Adanya Asas Legalitas

Asas legalitas (the principle of legality) yaitu asas yang menentukan setiap tindak pidana harus diatur terlebih dahulu oleh suatu aturan undang-undang atau setidak-tidaknya oleh suatu aturan hukum yang telah ada atau berlaku sebelum orang itu melakukan perbuatan.

Setiap orang yang melakukan tindak pidana harus dapat mempertanggungjawabkan secara hukum perbuatannya itu. Rumusan tersebut juga dirangkum dalam satu kalimat, yaitu nullum delictum, nulla paoena sine praevia lege poenali”. Artinya, “tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana, tanpa ketentuan undang-undang terlebih dahulu”.

Dalam pasal 1 ayat 1 KUHP mengandung pokok tentang asas legalitas yaitu:
a.       Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana (dihukum) apabila perbuatan tersebut tidak diatur dalam suatu pera-turan perundang-undangan sebelumnya/terlebih dahulu, jadi harus ada aturan yang mengaturnya sebelum orang tersebut melakukan perbuatan.
b.      Untuk menentukan adanya peristiwa pidana (delik/tindak pidana) tidak boleh menggunakan analogi, dan
c.       Peraturan-peraturan hukum pidana/perundang-undangan tidak boleh berlaku surut

Asas legalitas ini sangat penting untuk menjamin kepastian hukum sebab dengan demikian keadilan bagi terdakwa akan tersedia sesuai kejujuran terdakwa dalam fakta persidangan (dalam hal ini khususnya mengenai waktu terjadinya peristiwa hukum).

4.      Adanya Pengakuan HAM

Setiap manusia sejak dilahirkan menyandang hak-hak yang bersifat asasi. Negara tidak dibenarkan membatasi/mengurangi makna kebebasan dan hak-hak asasi manusia itu. Adanya perlindungan Ham merupakan pilar penting dalam setiap negara hukum. Terbentuknya Negara dan demikian pula penyelenggaraan kekuasaan suatu Negara tidak boleh mengurangi arti atau makna kebebasan dan hak-hak asasi kemanusiaan itu.

Karena itu, adanya perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia itu merupakan pilar yang sangat penting dalam setiap Negara yang disebut sebagai Negara Hukum. Jika dalam suatu Negara, hak asasi manusia terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil, maka Negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai Negara Hukum dalam arti yang sesungguhnya.[4] Pengakuan, Penghormatan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia berakar dalam Penghormatan atas Martabat Manusia (Human Dignify).


[1] S.F Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2003, hlm. 1.
[2] Umar Said Sugiarto, 2013, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 325
[3] Jimly Asshiddiqie, Makalah gagasan Negara Hukum Indonesia, hlm 18
[4] Jimly Asshiddiqie, loc. cit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar