Sabtu, 16 November 2013

RESENSI NOVEL HABIBIE & AINUN



RESENSI NOVEL HABIBIE & AINUN





http://n1n1ng.files.wordpress.com/2011/03/buku-habibieainun.jpg



1.    Indentitas buku

1.        Nama pengarang                        : Bacharuddin Jusuf Habibie
2.       Judul buku                       : Habibie & Ainun
3.      Penerbit                           : PT THC Mandiri
4.      Tempat terbit                   : Jl. Kemang Selatan No. 98 Jakarta 12560 – Indonesia.
5.      Tahun terbit                     : 2010
6.      Tebal buku                       : xii + 323 Halaman
7.       Kategori                           : Biografi
8.      Harga buku                     : Rp. 80.000
9.      Resolusi                           : 14 cm x 21 cm



2.   Ringkasan

Novel Habibie & Ainun merupakan karya terbaru dari mantan presiden Republik Indonesia ke-3, Bacharuddin Jusuf Habibie. Buku ini berisi kisah-kisah dan pengungkapan rasa cinta terdalam dari sang profesor kepada almarhumah istrinya yakni Hj. Hasri Ainun Habibie binti R. Mohamad Bestari yang wafat pada tanggal 23 Mei 2010 lalu. Dalam kata pengantarnya, Habibie mengaku jika penulisan buku ini menjadi terapi bagi dirinya untuk mengobati kerinduan, rasa tiba-tiba kehilangan dari seseorang yang telah menemani dan berada dalam kehidupannya selama 48 tahun 10 hari, baik dalam berbagi derita maupun bahagia. Walau pun ia sudah ikhlas tetapi ia tidak bisa membohongi dirinya bahwa ia masih terpukul pasca ditinggalkan sang istri tercinta. Bahkan menurutnya antara dirinya dan Ainun adalah dua raga tetapi hanya satu jiwa.

Adapun Sinopsis Novel ini sebagai berikut :
“Ini adalah kisah tentang apa yang terjadi bila kau menemukan belahan hatimu. Kisah tentang cinta pertama dan cinta terakhir. Kisah tentang Presiden ketiga Indonesia dan ibu negara. Kisah tentang Habibie dan Ainun.
Rudy Habibie seorang jenius ahli pesawat terbang yang punya mimpi besar: berbakti kepada bangsa Indonesia dengan membuat truk terbang untuk menyatukan Indonesia. Sedangkan Ainun adalah seorang dokter muda cerdas yang dengan jalur karir terbuka lebar untuknya.
Pada tahun 1962, dua kawan SMP ini bertemu lagi di Bandung. Habibie jatuh cinta seketika pada Ainun yang baginya semanis gula. Tapi Ainun, dia tak hanya jatuh cinta, dia iman pada visi dan mimpi Habibie. Mereka menikah dan terbang ke Jerman.
Punya mimpi tak akan pernah mudah. Habibie dan Ainun tahu itu. Cinta mereka terbangun dalam perjalanan mewujudkan mimpi. Dinginnya salju Jerman, pengorbanan, rasa sakit, kesendirian serta godaan harta dan kuasa saat mereka kembali ke Indonesia mengiringi perjalanan dua hidup menjadi satu.
Bagi Habibie, Ainun adalah segalanya. Ainun adalah mata untuk melihat hidupnya. Bagi Ainun, Habibie adalah segalanya, pengisi kasih dalam hidupnya. Namun setiap kisah mempunyai akhir, setiap mimpi mempunyai batas. Kemudian pada satu titik, dua belahan jiwa ini tersadar; Apakah cinta mereka akan bisa terus abadi?.

3 .        Pokok Isi Novel

·         Tema               : Cinta Sejati Merangkai Kasih Sayang
·         Penokohan    :
v  Bj.Habibie   (Protagonis, Tegas, Bertanggung Jawab, dan
                       penyayang terhadap anak dan istrinya).
v  Ainun          (Protagonis, Santun, Setia, dan Penyayang).

·         Gaya Bahasa            :  Personifikasi dan Banyak bahasa – bahasa yang sulit
   dimengerti.
·         Alur                            :  Diawali Alur Mundur dan dilanjutkan Alur maju sampai
   akhir.
·         Sudut pandang         :  Orang pertama tunggal.
·         Latar (Setting)           :
ü  Tempat : jl.Imam Bonjol, Bandung.
       Jl. Rangga Marela no.11B
      Perusahaan Hamburger Flugzeugbau HFB.
      Desa Aberfortsbach, kota terbesar di Jerman.
      Kampus ITB Bandung.
ü  Suasana : menyenangkan, menyedihkan, dan menegangkan.
ü  Kapan : Pagi hari, siang hari, sore hari, dan malam hari.

·         Kelebihan buku         :

Novel ini sangat mencerminkan sang penulis, yaitu Pak Bacharuddin Jusuf Habibie. Isi novel tidak hanya menceritakan kisah cinta, tetapi perjalanan hidup sang penulis, Novel ini laris di pasaran dan filmnya menduduki peringkat pertama terlaris di bioskop – bioskop indonesia.

·         Kelemahan Buku       :

       Dalam Novel ini memiliki satu kekurangan yaitu dalam penggunaan gaya bahasa nya yang banyak tidak dimengerti, banyak menggunakan kata – kata sulit yang tidak mudah dipahami.
                    
                                                              sumber: www.isra28blog.blogspot.com

> SEMOGA BERMANFAAT < 
                                                                   

Sabtu, 02 November 2013

Contoh Makalah Syirkah

Sebelum membuat makalah, lebih baik kita melihat contohnya, berikut adalah contoh makalah yang semoga bisa bermanfaat bagi kamu yang pengen mengetahuinya :)


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wa rohmatullohi wa barokatuh

Alhamdulillah   kami   panjatkan   kepada   Allah   Subhanahu   Wa   Ta’ala,   karena     dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya akhirnya  makalah ini dapat saya selesaikan dengan baik. Makalah   ini   membahas   tentang   hal hal yang mengenai Transaksi ekonomi dalam agama islam yang berjudul   :  “SYIRKAH”.

Kami   menyadari   bahwa   tanpa   bantuan   dari   berbagai   pihak,   penyusunan   makalah   ini  tidak akan berjalan dengan baik. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua  pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis   menyadari   sepenuhnya   bahwa   dalam   penulisan   makalah   ini   masih   jauh  dari kesempurnaan,   oleh   karena   itu   penulis   mengharapkan   kritik   dan   saran   yang   bersifat  membangun demi kesempurnaan pada masa yang akan datang.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum wa rohmatullohi wabarokatuh

                                                                                           Isra Jum’atul Hasanah
                                                                                                   07  November 2013
                                                                                                          

                                                                                                       Penulis
------------------------------------------------------------------------------------------

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah

Dalam upaya memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari, manusia tidak akan terlepasdari hubungan terhadap sesama manusia. Tanpa hubungan dengan orang lain, tidak mungkin berbagai kebutuhan hidup dapat terpenuhi.Terkait dengan hal ini maka perlu diciptakan suasana yang baik terhadap sesamamanusia. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengadakan akad syirkah danagn pihak lain.

Di sini dipaparkan berbagai macam definisi dan teori-teori tentang Syirkah.Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yasyraku (fi’ilmudhari’), syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutuatau serikat (Kamus Al-Munawwir, hlm. 765). Kata dasarnya boleh dibaca syirkah, boleh juga dibaca syarikah. Akan tetapi, menurut Al-Jaziri dalam Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah, 3/58, dibaca syirkah lebih fasih (afshah).

Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagiandengan bagian lainnya (An-Nabhani, 1990: 146). Adapun menurut makna syariat, syirkahadalah suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatuusaha dengan tujuan memperoleh keuntungan (An-Nabhani, 1990: 146).

Menurut istilah para fuqaha’, syirkah adalah kerja sama untuk mendayagunakan(tassaruf) harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya , yaknisaling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendaya gunakan harta milik keduanya,namun masing-masing memiliki hak untuk bertassaruf. (M. Rizal Qosim, 2009: 112)Syirkah hukumnya ja’iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi Shalallahu alaihiwasalam berupa taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah.

B.      Tujuan penyusunan

Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah :

1. Ingin mengetahui Definisi, Dasar Hukum, Macam-macam Syirkah.
2. Ingin mengetahui Syarat –syarat Syirkah.

C.     Kegunaan Penyusunan

Berikut merupakan kegunaan penyusunan makalah ini :

1. Untuk mengetahui Definisi, Dasar Hukum, Macam-macam Syirkah.
2. Untuk mengetahui Rukun – rukun Syirkah.
3. Untuk menambah pengetahuan dan kemampuan penyusun dan pembaca dalam 
    memperaktikan syirkah didalam kehidupan sehari – hari dengan benar.
------------------------------------------------------------------------------------------


BAB II
PEMBAHASAN


I. Pengertian Syirkah
Kata syirkah dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri’), dan mashdar (kata dasar)nya ada tiga wazn (timbangan), boleh dibaca dengan salah satunya, yaitu: syirkatan / syarikatan /syarakatan; artinya persekutuan atau perserikatan. Dan dapat diartikan pula dengan percampuran, sebagaimana firman Allah dalam surat Shaad, ayat 24. (Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah Al-Bassam IV/601).

Akan tetapi, menurut Abdurrahman Al-Jaziri, dibaca syirkah lebih fasih. (Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah, III/58)
Adapun menurut istilah para ulama fikih, syirkah adalah suatu akad kerja sama antara dua orang atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. (Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusydi II/253).



II. Hukum Syirkah:
Syirkah hukumnya jâ’iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi Saw berupa taqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi Saw membenarkannya. Nabi Saw bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra:
Allah ‘Azza wa Jalla telah berfirman: “Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya.” [HR. Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni].

III. Rukun syirkah yang pokok ada 3 (tiga) yaitu:
Menurut mayoritas ulama fikih, bahwa rukun syirkah itu ada 3 (tiga), yaitu:
(1) akad (ijab-kabul), disebut juga shighat;
(2) dua pihak yang berakad (al-‘âqidâni), syaratnya harus memiliki kecakapan melakukan tasharruf (pengelolaan harta).
3) obyek akad, disebut juga al-ma’qûd ‘alaihi, yang mencakup pekerjaan (al-amal) dan atau modal (al-mâl). (Al-Fiqhu ‘Alal Madzahibi al-Arba’ah, Abdurrahman al-Jaziri).
 Syarat sah akad
syarat sah akad ada 2 (dua) yaitu:
(1) obyek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad, misalnya akad jual-beli.
(2) obyek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak bersama di antara para syarîk (mitra usaha).

IV. Macam-Macam Syirkah:
Syirkah ada dua jenis:
a.      Syirkah Amlaak (Hak Milik)
Yaitu penguasaan harta secara kolektif, berupa bangunan, barang bergerak atau barang berharga. Yaitu perserikatan dua orang atau lebih yang dimiliki melalui transaksi jual beli, hadiah, warisan atau yang lainnya. Dalam bentuk syirkah seperti ini kedua belah pihak tidak berhak mengusik bagian rekan kongsinya, ia tidak boleh menggunakannya tanpa seijin rekannya. (Taudhihul Ahkam, Syaikh Abdullah Al-Bassam IV/601).
Contoh:
si A dan si B diberi wasiat atau hadiah berupa sebuah mobil oleh seseorang dan keduanya menerimanya, atau membelinya dengan uang keduanya, atau mendapatkannya dari hasil warisan, maka mereka berdua berserikat dalam kepemilikan mobil tersebut.”
b.     Syirkah Uquud (Transaksional/kontrak)
Yaitu akad kerja sama antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan, misalnya, dalam transaksi jual beli atau lainnya. Bentuk syirkah seperti inilah yang hendak kami bahas dalam tulisan kali ini. Dalam syirkah seperti ini, pihak-pihak yang berkongsi berhak menggunakan barang syirkah dengan kuasa masing-masing. Dalam hal ini, seseorang bertindak sebagai pemilik barang, jika yang digunakan adalah miliknya. Dan sebagai wakil, jika barang yang dipergunakan adalah milik rekannya.
Macam-Macam Syirkah Uquud (Transaksional/kontrak):
Berdasarkan penelitian para ulama fikih terdahulu terhadap dalil-dalil syar’i, bahwa di dalam Islam terdapat lima macam syarikah: yaitu:
 (1) syirkah al- inân.
(2) syirkah al-abdân
(3) syirkah al-mudhârabah
(4) syirkah al-wujûh, dan
(5) syirkah al-mufâwadhah.
Menurut ulama Hanabilah, yang sah hanya empat macam, yaitu: syirkah inân, abdân, mudhârabah, dan wujûh. Menurut ulama Malikiyah, yang sah hanya tiga macam, yaitu: syirkah inân, abdan, dan mudhârabah. Menurut ulama Syafi’iyah dan Zhahiriyah, yang sah hanya syirkah inân dan mudhârabah. Sedangkan menurut Hanafiyah semua bentuk syirkah boleh/sah bila memenuhi syarat-syaratnya yang telah ditetapkan.
1.      Syirkah al-‘Inaan,
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih dengan harta masing-masing untuk dikelola oleh mereka sendiri, dan keuntungan dibagi di antara mereka, atau salah seorang sebagai pengelola dan mendapat jatah keuntungan lebih banyak daripada rekannya.
Jenis syirkah ini yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang, karena tidak disyaratkan adanya kesamaan modal, usaha dan tanggung jawab.
Dan hukum syirkah ini diperbolehkan berdasarkan konsensus para ulama, sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu al-Mundzir.
Contohnya:
“A dan B pengrajin atau tukang kayu. A dan B sepakat menjalankan bisnis dengan memproduksi dan menjualbelikan meubel. Masing-masing memberikan konstribusi modal sebesar Rp.50 juta dan keduanya sama-sama bekerja dalam syirkah tersebut.”
Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan barang (‘urûdh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya pada saat akad.
Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha (syarîk) berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. sebagaimana kaidah fikih yang berlaku, yakni (Ar-Ribhu ‘Alâ mâ Syarathâ wal Wadhii’atu ‘Alâ Qadril Mâlain).
Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Kerugian didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah).
2.      Syirkah al-Mudharabah
Yaitu, seseorang sebagai pemodal (investor) menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pengelola (mudharib) untuk diperdagangkan, dan dia berhak mendapat prosentase tertentu dari keuntungan.

3.      Syirkah al-Wujuuh
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan nama baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit (hutang) dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai, lalu keuntungan yang didapat dibagi bersama atas dasar kesepakatan di antara mereka. (Bada-i’u ash-Shana-i’, karya al-Kasani VI/77)
Syirkah semacam ini juga dibolehkan menurut kalangan hanafiyah dan hanbaliyah, namun tidak sah menurut kalangan Malikiyah, Syafi’iyah dan Zhahiriyah. (Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu, karya Wahbah Az-Zuhaily IV/801)
Disebut syirkah wujûh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian seseorang di tengah masyarakat. Tak seorang pun memiliki modal, namun mereka memiliki nama baik, sehingga mereka membeli barang secara hutang dengan jaminan nama baik tersebut.
Contohnya:
“A dan B adalah tokoh yang dipercaya pedagang. Lalu A dan B ber-syirkah wujûh, dengan cara membeli barang dari seorang pedagang (misalnya C) secara kredit. A dan B bersepakat, masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang).”
Dalam syirkah wujûh ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan.

4.       Syirkah al-Abdaan (syirkah usaha)
Yaitu kerja sama antaradua orang atau lebih dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh mereka, yakni masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (‘amal), tanpa konstribusi modal (mâl), seperti kerja sama sesame dokter di klinik, atau sesama arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sekolah.
Kerja sama semacam ini dibolehkan menurut kalangan Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, namun imam Syafi’i melarangnya.
Syirkah ini kadang-kadang disebut juga dengan Syirkah al-A’maal dan ash-Shanaa-i’.
Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi. Jadi, boleh saja syirkah ‘abdan terdiri dari beberapa tukang kayu dan tukang besi. (Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq III/260). Namun, disyaratkan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan pekerjaan halal.
Keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan; nisbahnya boleh sama dan boleh juga tidak sama di antara mitra-mitra usaha (syarîk).
Contohnya:
“A dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan. Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.”
Syirkah ‘abdan hukumnya boleh berdasarkan dalil as-Sunnah. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku pernah berserikat dengan Ammar bin Yasir dan Sa’ad bin Abi Waqash mengenai harta rampasan perang pada Perang Badar. Sa’ad membawa dua orang tawanan, sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)
Hal itu diketahui Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan beliau membenarkannya dengan taqrîr.
5.      Syirkah al-Mufawadhah
Yaitu kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama.
Syirkah Mufawadhah juga merupakan syirkah komprehensif yang dalam syirkah itu semua anggoga sepakat melakukan aliansi dalam semua jenis kerja sama, seperti ‘inan, abdan dan wujuh. Di mana masing-masing menyerahkan kepada pihak lain hak untuk mengoperasikan segala aktivitas yang menjadi komitmen kerja sama tersebut, seperti jual beli, penjaminan, penggadaian, sewa menyewa, menerima tenaga kerja, dan sejenisnya.

            Namun tidak termasuk dalam syirkah ini berbagai hasil sampingan yang didapatkannya, seperti barang temuan, warisan dan sejenisnya. Dan juga masing-masing tidak menanggung berbagai bentuk denda, seperti mengganti barang yang dirampas, ganti rugi syirkah , mengganti barang-barang yang dirusak dan sejenisnya.

Dengan demikian, syarat utama dari Syirkah ini adalah kesamaan dalam hal-hal berikut: Dana (modal) yang diberikan, kerja, tanggung jawab, beban utang dibagi oleh masing-masing pihak, dan agama. (Al-Fiqhu Al-Islami wa Adillatuhu, karya Wahbah Az-Zuhaily IV/798, dan Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq III/259-260).
Hukum Syirkah ini dalam pengertian di atas dibolehkan menurut mayoritas ulama seperti Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah ketika berdiri sendiri, maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya. Namun, imam asy-Syafi’i melarangnya.
Adapun keuntungan yang diperoleh dalam syirkah ini dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika berupa syirkah inân), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudhârabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujûh).
Contohnya:
“ A adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik sipil, yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi kerja. Kemudian B dan C juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.”
Dalam hal ini, pada awalnya yang ada adalah syirkah ‘abdan, yaitu
“ketika B dan C sepakat masing-masing ber-syirkah dengan memberikan konstribusi kerja saja. Lalu, ketika A memberikan modal kepada B dan C, berarti di antara mereka bertiga terwujud syirkah mudhârabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai pengelola. Ketika B dan C sepakat bahwa masing-masing memberikan konstribusi modal, di samping konstribusi kerja, berarti terwujud syirkah inân di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, berarti terwujud syirkah wujûh antara B dan C. “
Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah menggabungkan semua jenis syirkah yang ada, yang disebut syirkah mufâwadhah.
 
V.   Mengakhiri Syirkah

1. Salah satu pihak membatalkannya meskipun tanpa persetujuan pihak yang lain.
2. Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk mengolah harta.
3. Salah satu pihak meninggal dunia.
4. Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan atas nama syirkah.

VI.  Hikmah Syirkah

Hikmah yang diperoleh dari praktik syirkah adalah.
a.      menggalang kerja sama untuk saling menguntungkan antara pihak-pihak yang
bersyirkah.
b.      membantu meluaskan ruang rezeki karena tidak merugikan secara ekonomi.

 ------------------------------------------------------------------------------------------------
BAB III
PENUTUP


A.     Kesimpulan

Dari pengertian-pengertian diatas dapat di tarik kesimpulan, bahwa syirkah adalah persekutuan dalam urusan harta oleh dua orang atau lebih yang melakukan akad untuk urusan harta, yang modalnya bisa dibagi dua atau berdasarkan keputusan bersama.

Biasanya syirkah dilakukan di perusahaan, yang mana dari mereka ada yang mempunyaisaham dan ada yang menjalankan saham.

Syirkah akan berlaku jika masing-masing pihak  berakad untuk melakukan syikrah itu. Syarat-syarat syirkah pun harus terpenuhi dengan jelas, agar syirkah tersebut sah.


 --------------------------------------------------------------------------------------------------
Daftar Pustaka
1. An-Nabhani, Taqiyuddin. 1990. An-Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm. Cetakan IV. Beirut: Darul Ummah.
2. Antonio, M. Syafi’i. 1999. Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan. Jakarta: Bank Indonesia & Tazkia Institute.
3. Al-Jaziri, Abdurrahman. 1996. Al-Fiqh ‘alâ al-Madzâhib al-Arba’ah. Juz III. Cetakan I. Beirut: Darul Fikr.
4. Al-Khayyath, Abdul Aziz. 1982. Asy-Syarîkât fî asy-Syarî‘ah al-Islâmiyyah wa al-Qânûn al-Wâdh‘i. Beirut: Mua’ssasah ar-Risalah.
5. —————. 1989. Asy-Syarîkât fî Dhaw’ al-Islâm. Cetakan I. T.Tp. Darus Salam.
6. Az-Zuhaili, Wahbah. 1984. Al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu. Juz IV. Cetakan III. Damaskus: Darul Fikr.
7. Siddiqi, M. Nejatullah. 1996. Kemitraan Usaha dan Bagi Hasil dalam Hukum Islam (Partnership and Profit Sharing in Islamic Law). Terjemahan oleh Fakhriyah Mumtihani. Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa.
8. Vogel, Frank E. & Samuel L. Hayes III. 1998. Islamic Law and Finance: Religion, Risk and Return. Denhag: Kluwer Law International.



  - SEMOGA BERMANFAAT-


                                                                       Sumber: www.isra28blog.blogspot.com