Senin, 15 Mei 2017

Contoh Makalah tentang Demokrasi, Perkembangan dan sejarah



PEMBAHASAN

A.   Pengertian Demokrasi
Demokrasi istilahnya berasal dari perkataan Yunani demokratia, yaitu demos yang artinya rakyat, dan cratos yang artinya kekuatan atau pemerintahan negara dimana rakyat berpengaruh diatasnya, atau dapat juga dibilang pemerintahan rakyat.[1] Jadi demokrasi adalah pemerintahan rakyat, kedaulatan rakyat atau kekuasaan tertinggi bukan berada di tangan raja atau pejabat tetapi berada di tangan rakyat.[2]
Dari kutipan pengertian tersebut tampak bahwa kata demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan negara atau masyarakat, di mana warga negara dewasa ikut turut  berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipimilih melalui pemilu. Pemerintah di negara demokrasi juga mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara, beragama, berpendapat, berserikat setiap warga negara, menegakkan Rule of Law.[3]
Adanya pemerintahan mayoritas yang menghormati hak – hak kelompok minoritas dan masyarakat yang warga negara nya saling memberi peluang yang sama untuk mendapatkan kehidupan yang layak.
Menurut Hans Kelsen, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. dengan berpegang kepada teori yang di kemukakan Kelsen ini kita dapat menanggapi lebih lanjut bahwa :
a.   Yang melaksanakan kekuasaan negara demokrasi ialah wakil – wakil rakyat yang terpilih, dimana rakyat yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan negara.
b.   Caranya melaksanakan kekuasaan negara demokrasi ialah senantiasa mengingat kehendak dan keinginan rakyat. Jadi, tiap – tiap tindakan dalam melaksanakan keinginan kekuasaan negara tidak bertentangan dengan kehendak dan kepentingan rakyat, bahwa sedapat mungkin berusaha untuk memenuhi segal keinginan rakyat.
c.    Banyaknya kekuasaan negara demokrasi yang boleh dilaksanakan tidaklah dapat di tentukan dengan angka-angka, akan tetapi sebanyak mungkin untuk memperoleh hasil yang diiinginkan oleh rakyat, asal saja tidak menyimpang dari dasar – dasar pokok demokrasi.[4]
Keseluruhan sistem penyelenggaraan negara itu pada dasarnya juga di peruntukkan bagi seluruh rakyat itu sendiri. Bahkan negara yang baik di idealkankan pula agar diselenggarakan bersama – sama dengan rakyat dalam arti dengan melibatkan masyarakat dalam arti seluas – luasnya.
Ide demokrasi itu terwujud secara formal dalam mekanisme kelembagaan dan mekanisme pengambilan keutusan kenegaraan. Namun, dalam cakupan isinya, gagasan demokrasi itu menyangkut nilai – nilai dan prinsip – prinsip dasar yang terwujud dalam perilaku budaya masyarakat pendukung gagasan demokrasi itu.[5]
M. Duverger dalam bukunya Les Regimes Politiques menyebutkan bahwa demokrasi itu termasuk cara pemerintahan, dimana golongan yang memerintah dan golongan yang terperintah itu adalah sejajar dan tidak terpisah – pisah. Dengan arti bahwa sistem pemerintahan negara dalam intinya semua rakyat berhak sama untuk memerintah dan juga untuk diperintah.
Setiap negara yang pemerintahannya berazaskan demokrasi menurut pengalaman sejarah maupun menurut praktek ketatanegaraan perlu di adakan suatu organisasi di dalam pemerintahan dan di perhatikan dua pokok untuk membentuk suatu pemerintah yang layak yaitu seleksi ( pemilihan orang – orang yang cakap ) dan delegasi (penyerahan) kekuasaan oleh sekalian penduduk kepada golongan yang ditujukan sebagai wakilnya.[6]
Demokrasi diakui banyak orang dan negara sebagai system nilai kemanusiaan yang paling menjanjikan masa depan umat manusia di dunia. Abraham Lincoln adalah presiden Amerika Serikat pertama yang pernah mengatakan, bahwa demokrasi adalah memerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Pengertian umum demokrasi pada waktu sekarang ialah bahwa demokrasi itu juga di artikan sebagai perbandingan “separuh dan satu”, jadi golongan mana telah memeperoleh suara paling sedikit separuh dan satu suara, maka dianggap berdasarkan demokrasi.[7]
Dalam sistem demokrasi, suara rakyat secara mayoritas harus di jadikan sebagai keputusan dengan syarat keputusan tersebut di landasi oleh pikiran jernih tanpa adanya kepentingan tertentu. Dalam hal tersebut adalah sebagai sesuatu persyaratan mutlak sebuah keputusan atau kebajikan dapat dianggap demokrastis. Karena itu secara substansial tidak mudah menyebutkan sebuah keputusan sudah demokratis kecuali sudah memenuhi syarat dan mematuhi norma-norma dalam demokrasi.[8]
B.   Sejarah Demokrasi
Demokrasi lahir dari jaman Yunani Kuno abad keenam sampai abad ketiga sebelum masehi merupakan demokrasi langsung yaitu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan – keputusan dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.[9]
Demokrasi langsung tersebut berjalan secara efektif karena negara kota Yunani Kuno merupakan sebuah kawasan politik yang tergolong kecil, yaitu sebuah wilayah dengan jumlah penduduk tidak lebih dari 300.000 penduduk. Yang unik dari demokrasi Yunani itu adalah ternyata hanya kalangan tertentu (warga negra resmi) yang dapat menikmati dan menjalankan sistem demokrasi awal tersebut.
Sementara masyarakatnya berstatus budak, pedagang asing, anak-anak dan perempuan tidak bisa menikmati demokrasi. Dalam negara modern, mereka menganut demokrasi berdasarkan perwakilan dan tidak lagi menganut demokrasi yang bersifat langsung.
Dalam sejarah demokrasi, demokrasi Yunani Kuno berakhir pada abad pertengahan (600 – 1400). Pada masa itu masyarakat Yunani berubah menjadi masyarakat feodal yang ditandai oleh kehidupan keagamaan dikuasai oleh Paus dan pejabat agama dengan kehidupan politik yang diwarnai dengan perbutan kekuasaan di kalangan para bangsawan. Dilihat dari perkembangan demokrasi abad pertengahan menghasilkan suatu dokumen yang penting yaitu Magna Charta Piagam Besar 1215.[10]
Sebelum abad pertengahan berakhir, di eropa barat, pada permulaan abad ke 16 muncul negara-negara nasional dalam bentuk modern, menyebabkan eropa barat mengalami beberapa perubahan sosial dan kultural, dalam rangka mempersiapkan jalan untuk memasuki zaman yang lebih modern dengan keyakinan bahwa akal dapat memerdekakkan diri dari pembatasannya.
Dua kejadian ini menandai kemunculan kembali demokrasi di Eropa yaitu gerakan Pencerahan (Renaissance)(1350 – 1650) dan Reformasi (1500 – 1650) yang mendapat banyak pengikutnya di eropa utara, seperti Jerman, Swiss, dan sebagainya.
Gerakan Pencerahan (Renaissance) adalah gerakan yang menghidupkan kembali minat pada budaya dan sastra Yunani Kuno. Gerakan reformasi yaitu penyebab lain kembalinya tradisi demokrasi di Barat, setelah pernah tenggelam pada abad pertengahan tersebut.
 Gerakan reformasi adalah gerakan revolusi agama di Eropa pada abad ke 16 dimana menyebabkan manusia berhasil melepaskan diri dari penguasaan gereja, baik di bidang spiritual  dalam bentuk dogma maupun di bidang sosial dan politik. Tujuan dari gerakan ini yaitu gerakan kritis terhadap kebekuan doktrin gereja.
Kedua aliran pikiran itu membuat orang eropa barat pada tahun 1650-1800 untuk menyelami masa Abad pemikiran (Aufklarung) beserta Rasionalisme yang ingin memerdekakan pemikiran manusia dari batas – batas yang ditentukan oleh gereja dan mendasarkan pemikiran atas akal semata – mata. Kebebasan berpikir membuka jalan untuk meluaskan gagasan di bidang politik.
Dan mengakibatkan lahirnya gagasan bahwa manusia mempunyai hak-hak politik yang tidak boleh di selewengkan oleh raja dan mengakibatkan dilontarkannya kecaman – kecaman terhadap raja yang menurut pola yang sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan ta terbatas.
Pendobrakan itu beradasarkan atas suatu teori rasionalitas yang umumnya dikenal sebagai teori social kontrak (kontrak sosial). Teori ini dilandaskan oleh pendapat bahwa dunia itu dikuasai oleh hukum alam yang mempunyai pinsip seperti keadilan universal yang mengandung arti bahwa berlaku untuk semua orang dan semua waktu. Dari konsep seperti inilah muncul pandangan bahwa negara itu di bentuk karena adanya perjanjian masyarakat atau yang sering di sebut dengan kontrak sosial.
 Pada abad ke IIX dalam demokrasi konstitusional menyelenggarakan hak politik rakyat diperlukan adanya konstitusi, di dalam konstitusi terdapat pembatasan atau pembagian kekuasaan pemeritah, ada konstistusi yang bersifat naskah dan ada juga yang bersifat bukan naskah. Hal ini lah yang disebut dengan paham konstitusionalisme. Konstitusonalisme ini menimbulkan negaara hukum di eropa barat dan rule of law di negara penganut sistem hukum anglo saxon.[11]
Kemudian pada demokrasi konstitusional abad XX muncul syarat-syarat untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis  di bawah rule of law yang salah satu nya mengenai perlindungan konstitusional dan kebebasan menyatakan pendapat. Dari beberapa uraian diatas menjelaskan sejarah demokrasi dan dapat di simpulkan bahwa demokrasi itu merupakan suatu bentuk dari sistem pemerintahan yang paling luas yang dimana inti pengkajiannya diletakkan pada hubungan antara warga negara (rakyat) dengan negara atau pemerintah sebagai institusi kekuasaan. Karena negara atau pemerintah merupakan suatu organ yang paling penting dimana memiliki porsi pengawasan yang lebih menonjol.[12]
C.   Perkembangan Demokrasi
Perkembangan demokrasi di indonesia terjadi dalam beberapa tahap, seperti yang di jelasakan sebagai berikut:
1.    Tahap I (Periode demokrasi parlementer (liberal) tahun 1945-1959)
Pada periode ini bisa disebut dengan Demokrasi Parlementer (liberal). Demokrasi ini mulai berlaku semenjak sebulan setelah kemerdekaan di proklamirkan. Dalam demokrasi ini menggunakan UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya.[13]
Demokrasi liberal adalah paham demokrasi yang menekankan pada kebebasan individu, persamaan hukum, dan hak asasi bagi warga negaranya. Demokrasi liberal atau sering disebut demokrasi parlementer, karena lembaga yang memegang kekuasaan menentukan terbentuknya dewan (kabinet) berada di tanagn parlemen atau DPR.[14]
 Namun demokrasi ini banyak yang beranggapan tidak cocok untuk indonesia dan lemahnya budaya demokrasi pada masa ini memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan DPR.[15] Akibatnya perstuan yang digalang selama perjuangan melawan musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan. Faktor kegagalan seperti munculnya fragmentasi politik berdasarkan afiliasi kesukuan dan agama.
Hal ini mengakibatkan pemerintahan yang berbasis pada koalisi politik pada masa ini jarang dapat bertahan lama dan persaingan tidak sehat antara fraksi politik dan pemberontakan daerah terhadap negara mendorong presiden soekarno untuk mengeluarkan Dekrit presiden 5 juli 1959 dan menegaskan kembali berlakunya UUD 1945. Sehingga membuat demokrasi parlementer ini berakhir dan digantikan dengan demokrasi terpimpin yang memusatkan presiden soekarno sebagai inti kekuasaan negara.[16]
2.    Tahap II (Periode Demokrasi Terpimpin tahun 1959-1965)
Geleide democratie adalah demokrasi terpimpin menurut Ir. Soekarno, sedangkan menurut Dr.Moh.Hatta dimaksudkan demokrasi terdidik. Kedua tafsiran ini memiliki arti dan maksud yang sama. Dengan demokrasi terpimpin atau demokrasi terdidik ini diartikan bahwa berhubung denganterdapatnya jurang yang cukup dalam yang memisahkan pemimpin dengan rakyat, oleh karena itu maka untuk melaksanakan demokrasi para pemimpin harus memimpin atau mendidik rakyat untuk demokrasi.[17]
Ciri – ciri demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya pengaruh komunis dan pernanan ABRI dalam panggung politik nasional. Hal ini penyebabnya yaitu lahirnya dekrit presiden 5 juli 1959 sebagai usaha untuk mencari jalan untuk keluar dari kebuntuan politik melalui pemimpin personal yang tangguh.
Meskipun UUD 1945  memberi peluang seorang presiden untuk memipin sebuah pemerintahan dalam lima tahun, dalam Tap MPRS no III/1963 mengangkat ir.soekarno sebagai sebagai presiden seumur hidup. Dengan lahirnya tap mprs ini otomatis membatalkan ketetapan dalam UUD 1945.
Kepemipinan tanpa batas ini melahirkan kebijakan yang menyimpang dari ketentuan UUD 1945, seperti Ir. Soekarno membubarkan DPR yang merupakan hasil dari pemilu pada tahun 1960 yang sebenarnya di dalam UUD 1945 mengatakan bahwa presiden tidak memiliki wewenang untuk melakukan hal tersebut. Perilaku politik PKI yang berhaluan dengan sosialis marxis di tentang oleh parpol islam dan kalangan militer. Hal ini menjadi akhir dari sistem demokrasi terpimpin yang berakibat pada perseteruan politik  dan ideologis antara PKI dan TNI yang dikenal dengan G-30S PKI.[18]

3.    Tahap III (Periode Demokrasi Pancasila tahun 1965-1998)
Demokrasi pancasila ialah kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, yang merupakan sila keempat dari pancasila seperti yang tercantum dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945. Penerapan demokrasi pancasila harus di jiwai oleh sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat indonesia.[19]
Latar belakang munculnya demokrasi pancasila adalah adanya berbagai penyelewengan dan permasalahan yang dialami bangsa indonesia pada masa berlakunya demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin. Kedua jenis demokrasi tersebut tidak cocok di terapkan di indonesia yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong royong. Sejak lahirnya orba, di berlakukannya demokrasi pancasila, sampai saat ini. Secara konseptual, demokrasi pancasila masih dianggap dan dirasakan paling cocok di terapkan di indonesia.
Demokrasi ini merupakan sebuah demokrasi konstitusional yang menonjolkan system presidensial. Landasan formal periode ini adalah Pancasila, UUD 1945 dan ketetapan MPRS/MPR dalam rangka meluruskan kembali penyelewangan terhadap UUD 1945 yaitu terjadi di masa demokrasi terpimpin. Namun dalam perkembangannya peran presiden semakin dominan terhadap lembaga-lembaga Negara yang lain. Melihat praktek demokrasi pada masa ini, nama Pancasila hanya digunakan sebagai legitimilasi politis penguasaan saat itu, sebab kenyataanya yang dilaksanakan tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila.[20]
Demokrasi pancasila mengandung pengertian demokrasi yang di jiwai, di semangati, dan di dasarkan oleh bangsa dan negara Indonesia, yang di jiwai dan di integrasikan oleh nila- nilai luhur Pancasila. Adapun ciri-ciri demokrasi pancasila yaitu:[21]
·         Mengutamakan musyawarah mufakat
·         Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat
·         Tidak memakasakan kehendak pada orang lain
·         Selalu diliputi semangat kekeluargaan
·         Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksanakan hasil musyawarah
·         Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur
·         Keputusan dapat di pertanggung jawabkan kepada Tuhan YME berdasarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan

Periode ini terjadi pada masa pemerintahan presiden soeharto. Demokrasi pancasila secara garis besar menawarkan tiga komponen demokrasi. Diantaranya:
a.   Demokrasi dalam bidang politik, dimana hakikatnya adalah menegakkan kembali asas negara dan kepastian hukum.
b.   Demokrasi dalam bidang ekonomi, dimana hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga negara.
c.    Demokrasi dalam bidang hukum, pada hakikatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, perdilan bebas yang tidak memihak.
Demokrasi pancasila yang di kampanyekan hanya sebatas retorika politik belaka. Dalam prakteknya orba bertindak jauh dari prinsip – prinsip demokrasi.
4.    Tahap IV (Periode Pasca Orba/ Reformasi tahun 1998 sampai sekarang)
Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka Indonesia memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.[22]
Pengalaman terburuk yang dialami pancasila berdampak terhadap keengganan kalangan tokoh reformasi untuk menambah atribut lainnya pada kata demokrasi. Demokrasi yang hendak berkembang dari runtuhnya rezim orde baru adalah demokrasi tanpa nama dimana hak rakyat merupakan komponen penting dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan yang demokratis. Wacana demokrasi pasca orde baru kuat kaitannya dengan penegakan HAM dan pemberdayaan masyarakat madani.[23]
Menurut Hutington (Chaedar, 1998), reformasi mengandung arti “perubahan yang mengarah pada persamaan politik negara, dan ekonomi yang lebih merata, termasuk perluasan bisnis berpartisipasi politik rakyat. “pada reformasi di negara kita sekarang ini, upaya meningkatkan partisipasi politik rakyat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan salah satu agenda reformasi.
Berdasarkan peraturan perundang – undangan dan praktik pelaksanaan demokrasi, terdapat beberapa perubahan pelaksanaan demokrasi pada orde reformasi sekarang ini, yaitu:
ü  Pemilu lebih demokratis
ü  Parpol lebih mandiri
ü  Pengaturan HAM
ü  Lembaga demokrasi lebih berfungsi
ü  Konsep, Trias Politika masing-masing bersifat otonom penuh.
      D.   Demokrasi Di indonesia
Negara Indonesia adalah negara demokrasi, dalam dekade terakhir negara ini banyak mengalami kemajuan dalam berdemokrasi. Para pimpinan lembaga negara sepakat bahwa kunci membangun demokrasi Indonesia dalah dengan memperkuat “4 pilar kebangsaan”,  empat pilar itu ialah Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
     Hampir semua teoritis  bahkan sejak zaman klasik selalu menekankan bahwa sesungguhnya yang berkuasa dalam demokrasi itu ialah rakyat atau demos, populus. Oleh karena itu, selalu ditekankan peranan demos yang senyatanya dalam proses politik yang berjalan. Paling tidak, dua tahap utama :
1.    Agenda setting, yaitu tahap untuk memilih masalah apa yang hendak di bahas dan diputuskan.
2.    Deciding the outcome, yaitu tahap pengambilan keputusan.
Telah menjadi suatu kenyataan, ketika para elit nasional dan seluruh bangsa Indonesia merumuskan bentuk negara dan pemerintahan pertama kali, BPUPKI dan PPKI pada tahun 1945 secara formal menetapkan pilihan politik demokrasi sebagai satu-satunya yang mendasari kehidupan politik di Indonesia.
Ketegasan terhadap pilihan demokrasi tersebut secara eksplisit terdapat dalam Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Dalam kurun waktu enam puluh tahun bangsa Indonesia merdeka, praktik kehidupan demokrasi masih mengalami pasang surut seiring dengan arah dinamika pembangunan politik yang masih dalam proses menentukan format sistem politik ideal yang sesuai dengan cita-cita demokrasi, sebagaimana yang digagas oleh the founding father.
Praktik kehidupan demokrasi banyak terjadi di negara berkembang termasuk indonesia, seringnya terkecoh pada format politikyang kelihatannya demokratis, tetapi dalam wujudnya bersifat otoriter. Hal ini terlihat disaat UUD 1945 di tetapkan kembali melalui Dekrit Presiden 5 juli 1959, bertekad untuk melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila sebagai murni dari konsekuen. Tetapi, pelaksanaanya belum dapat terwujud pada demokrasi terpimpin yang terjadi pada tahun 1959 sampai 1966 yang disebabkan karena pemerintahan pada masa orde lama pada saat itu cenderung memutuskan kekuasaannya kepada presiden saja.
Pada akhirnya Indonesia pada tahun 1965 mengalami kehancuran baik dalam bidang ekonomi, politik, budaya, sosial dan pertahanan dan keamanan. Hal serupa juga pernah terjadi pada masa pemerintahan soeharto (orde baru) yang ditandai dengan pemusatan kekukuasaan pada presiden, yang pada saat itu telah berhasil membawa indonesia di ambang krisis multi dimensi dan pada akhirnya orde baru jatuh pada tahun 1998.
Sejak jatuhnya orde baru tuntutan yang mengemuka ketika itu adalah otonomi daerah dari segera direalisasi atau pilihan ke arah  perubahan bentuk negara feodal. Akibatnya kuatnya arus tuntutan daerah terhadap pusat itulah akhirnya dikeluarkan UU No. 22 Tahun 1999 yang telah menekankan pada otonomi luas.
Di setiap pergantian masa pemerintahan atau rezim, selalu mengandung harapan baru berupa kehidupan yang lebih demokratis dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya. Berakhirnya orde lama yang digantikan dengan orde baru yang di tandai dengan ikut sertanya para teknokrat dari dunia akademis di pemerintahan, pada mulanya membawa angin segar baru dalam kehidupan politik indonesia, namun akibat inkonsistensi pada sikap dan pemikiran dalam menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, yang pada akhirnya orde baru terseret dalam praktik pemerintahan pragmatis dan otoriter. Dan akibantnya adalah hukum di tundukkan untuk mengabdi kepada sistem kekuasaan represif.
Selama orde baru, HAM sipil dan politik banyak dilanggar dengan alasan untuk menjaga stabilitas politik demi kelancaran pembangunan ekonomi. KKN merajalela dan hukum menjadi kekuasaan politik dan campur tangan eksekutif terhadap kekuasaan kehakiman menjadi hal yang sudah biasa. Banyak keputusan MA membuat rugi masyarakat kecil akibat dari pemihakannya dan alasannya yang mengatas namakan demi kesatuan bangsa, pancasila, kepentingan umum yang sebenarnya merugikan HAM.
Adanya sikap yang bertentangan antara sebuah hal pada waktu yang sama (ambivalen) yang merupakan akibat dari pengaruh uni soviet dan global dan mengharuskan penguasa untuk mengadopsi kecenderungan internasional yang diakui oleh bangsa beradab lainnya. Derap reformasi yang mengawali lengsernya orde baru pada awal tahun 1998 yang pada dasranya merupakan gerak yang kesinambunganyang merefleksikan komitmen bangsa indonesia yang secara rasional dan sistematis bertekad untuk mengaktualisasikan nilai dasar demokrasi seperti sikap transparan dan aspiratif dalam mengambil keputusan politik.
 Pemerintah orde reformasi ingin melakukan penataan ulang arah kebijakan hukum nasional, yang tertuang dalam GBHN 1999. Perintah dari MPR melalui GBHN 1999 kemudian ditindak lanjuti dengan di keluarkannya UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional tahun 2000-2004.
Demokrasi harus di kembangkan atas dasar saling percaya antara satu dengan yang lainnya karena jika tidak ada rasa saling percaya maka harapan untuk demokrasi tidak akan terjadi, demokrasi juga mempersyaratkan sikap dan perilaku yang moderat serta taat aturan hukum. Kecenderungan ekstrimitas dalam sikap jelas tidak akan mendukung munculnya demokrasi.
Secara mendasar, gerakan reformasi harus diinterpretasikan sebagai suatu upaya yang terorganisir dan sistematis dari bangsa indonesia untuk mengaktualisasikan nila0nilai demokrasi, yang di sepanjang kekuasaan rezim orde baru terlanjur telah dimanipulasi dan diselewengkan. Berdasarkan interprestasi reformasi itu, maka agenda nasional harus difokuskan pada upaya pengembangan yang terus “indeks demokrasi”. Indeks itu dapart dikelompokkan kedalam 4 aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu
1.    Keberadaan sistem pemilu yang bebas dan adil
2.    Keberadaan pemerintah yang terbuka, akuntabel dan responsif
3.    Pemajuan dan perlindungan hak sipil dan politik seluruh masyarakat.
4.    Keberadaan masyarakat yang memiliki rasa percaya diri yang penuh.
Pemilu menjadi alat di indonesia dalam melaksanakan sebuah demokrasi. Adanya ketentuan mengenai pemilu dalam UUD 1945 dimaksudkan untuk memberi landasan hukum yang lebih kuat bagi pemilu sebagai salah satu wahana pelaksana kedaulatan rakyat.[24]
Pemilu memang dianggap sebagai lambang sekaligus tolak ukur utama dan pertama dari demokrasi, artinya pelaksanaaan dan hasil pemilu merupakan refleksi dari suasana keterbukaan dan aplikasi dari nilai dasar demokrasi, di samping itu perlu adanya kebebasan berpendapat dan berserikat yang di anggap cermianan pendapat warga negara. Alasannya, pemilu memang dianggap akan melahirkan suatu representatif aspirasi rakyat tentu saja berhubungan erat dengan legitimasi bagi pemerintah.
Melalui pemilu, demokrasi sebagai sistem yang menjadi alat kebebasan warga terwujud melalui penyerapan suara sebagai bentuk partisipasi publik secara luas. Dengan kata lain, bahwa pemilu merupakan simbol arti kedaulatan rakyat.[25]

E.   Kesimpulan
Fenomena dimana rakyat memilih langsung pimpinan pemerintahan ini dikenal dengan istilah “demokrasi”. Demokrasi berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu kata demos dan kratos. Demos artinya rakyat dan kratos artinya pemerintahan. Jadi demokrasi berarti pemerintahan rakyat yaitu pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang sangat menentukan.
Keseluruhan sistem penyelenggaraan negara itu pada dasarnya juga di peruntukkan bagi seluruh rakyat itu sendiri. Bahkan negara yang baik di idealkankan pula agar diselenggarakan bersama – sama dengan rakyat dalam arti dengan melibatkan masyarakat dalam arti seluas – luasnya.
Dalam sistem demokrasi, suara rakyat secara mayoritas harus di jadikan sebagai keputusan dengan syarat keputusan tersebut di landasi oleh pikiran jernih tanpa adanya kepentingan tertentu. Dalam hal tersebut adalah sebagai sesuatu persyaratan mutlak sebuah keputusan atau kebajikan dapat dianggap demokrastis. Karena itu secara substansial tidak mudah menyebutkan sebuah keputusan sudah demokratis kecuali sudah memenuhi syarat dan mematuhi norma-norma dalam demokrasi.
Demokrasi diakui banyak orang dan negara sebagai system nilai kemanusiaan yang paling menjanjikan masa depan umat manusia di dunia. Dalam sejarahnya Demokrasi lahir dari jaman Yunani Kuno abad keenam sampai abad ketiga sebelum masehi merupakan demokrasi langsung yaitu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan – keputusan dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.
Dalam sejarah demokrasi, demokrasi Yunani Kuno berakhir pada abad pertengahan (600 – 1400). Pada masa itu masyarakat Yunani berubah menjadi masyarakat feodal yang ditandai oleh kehidupan keagamaan dikuasai oleh Paus dan pejabat agama dengan kehidupan politik yang diwarnai dengan perbutan kekuasaan di kalangan para bangsawan. Dilihat dari perkembangan demokrasi abad pertengahan menghasilkan suatu dokumen yang penting yaitu Magna Charta Piagam Besar 1215.
Ada 2 gerakan yang menandai kemunculan kembali demokrasi di Eropa yaitu gerakan Pencerahan (Renaissance)(1350 – 1650) dan Reformasi (1500 – 1650). Renaissance yaitu gerakan yang menghidupkan kembali minat kepada kesusasteraan dan kebudayaan yunani kuno yang selama abad pertengahan telah disisihkan. Dan reformasi yaitu gerakan revolusi agama di Eropa pada abad ke 16 dimana menyebabkan manusia berhasil melepaskan diri dari penguasaan gereja, baik di bidang spiritual  dalam bentuk dogma maupun di bidang sosial dan politik.
Selanjutnya perkembangan demokrasi khususnya di indonesia terjadi dalam 4 tahap periode yaitu yang pertama Periode Demokrasi Parlementer (liberal) yang di laksanakan pada tahun 1945 hingga 1959, kedua Priode Demokrasi Terpimpin. Demokrasi ini berjalan sejak tahun 1959 sampai 1965. Ketiga, Periode Demokrasi Pancasila dari tahun 1965 sampai 1998. Dan yang keempat Periode Demokrasi Pasca Orba atau Reformasi yang berjalan sejak 1998 hingga saat ini.
Dalam praktik kehidupan demokrasi banyak terjadi di negara berkembang termasuk indonesia, seringnya terkecoh pada format politik yang kelihatannya demokratis, tetapi dalam wujudnya bersifat otoriter. Hal ini terlihat disaat UUD 1945 di tetapkan kembali melalui Dekrit Presiden 5 juli 1959, bertekad untuk melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila sebagai murni dari konsekuen. Tetapi, pelaksanaanya belum dapat terwujud pada demokrasi terpimpin yang terjadi pada tahun 1959 sampai 1966 yang disebabkan karena pemerintahan pada masa orde lama pada saat itu cenderung memutuskan kekuasaannya kepada presiden saja. Pada akhirnya Indonesia pada tahun 1965 mengalami kehancuran baik dalam bidang ekonomi, politik, budaya, sosial dan pertahanan dan keamanan.
Di setiap pergantian masa pemerintahan atau rezim, selalu mengandung harapan baru berupa kehidupan yang lebih demokratis dibandingkan dengan pemerintahan sebelumnya.
Dalam kehidupan demokrasi tidak akan datang , tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga negara dan perangkat pendukungnya dan dijadikan dmeokrasi sebagai pandangan hidup (way of life) dalam kehidupan bernegara.
Demokrasi ada yang bersifat langsung dan ada yang bersifat tidak langsung, bersifat langsung yaitu suatu pemerintahan dimana rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahannya tanpa melalui perwakilan atau rakyat diikut sertakan dlaam proses pengambilan keputusan untuk menjalankan kebijakan pemerintah. Dan bersifat tidak langsung yaitu demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem perwakilan maksudnya rakyat menyerahkan kedaulatannya kepada perwakilan yang telah dipilih dan di percaya dimana demokrasi ini dijalankan oleh rakyat melalui wakilnya yang dipilih melalui pemilu.
Pemilu menjadi alat di indonesia dalam melaksanakan sebuah demokras dan dianggap sebagai lambang sekaligus tolak ukur utama dan pertama dari demokrasi, artinya pelaksanaaan dan hasil pemilu merupakan refleksi dari suasana keterbukaan dan aplikasi dari nilai dasar demokrasi
Jadi, demokrasi itu harus ada keyakinan yang luas dari masyarakat bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang tebaik dibandingkan sistem lainnya. Banyak manfaat dari adanya demokrasi ini, seperti tampaknya kesetaraan sebagai warga negara, memenuhi kebutuhan – kebutuhan umum, adanya pluralisme dan kompromi, menjamin hak-hak dasar dan pembaruan kehidupan sosial.








         



[1] C.S.T. Kansil, S.H.,  Hukum Tata Negara Republik Indonesia jilid 2, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm 42.
[2] Muhammad Ihsan, Pendidikan Pancasila, Pekanbaru, 2013, hlm 95.
[3] Jakni, Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggu, Alfabeta bandung, Bandung, 2014,hlm 235
[4] Kansil, Op.Cit., hlm 43
[5] Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar – Pilar Demokrasi, Bumi Aksara, Rawamangun, 2011, hlm 293
[6] Ellydar Chaidir dan Asri Muhammad Saleh, Ilmu Negara, Mandiri Press, Pekanbaru, 2002, hlm 54 dan 55
[7] C.S.T. Kansil, S.H.,  Hukum Tata Negara Republik Indonesia jilid 2, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm 43
[8] Muhammad ihsan, Pendidikan pancasila, hlm 97
[9] Ni’matul Huda, Ilmu Negara, hlm 197
[10] Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm 239
[11] Nurtjahjo, Filsafat Demokrasi, Bumi Aksara, Jakarta, 2005, hlm 148
[12] Ibid., hlm 150.
[14] Jakni, Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggu, Alfabeta bandung, Bandung, 2014,hlm 243
[16] A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, PKN (Civil education), ICCE Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2011, hlm. 43.
[17] C.S.T. Kansil, S.H.,  Hukum Tata Negara Republik Indonesia jilid 2, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm 57
[18] A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, op. Cit. hlm 43 dan 44
[19] C.S.T. Kansil, S.H, op. Cit, hlm 58
[21] Jakni, Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggu, Alfabeta bandung, Bandung, 2014,hlm 246
[23] A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, op. Cit. hlm 45 dan 46
[24] Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm 268
[25] Dr. Titik Triwulan Tutik,S.H., M.H., Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Prenamedia Grup, Jakarta, 2010, hlm 329

Tidak ada komentar:

Posting Komentar