PEMBAHASAN
A. Pengertian Demokrasi
Demokrasi istilahnya berasal
dari perkataan Yunani demokratia, yaitu demos yang artinya rakyat, dan
cratos yang artinya kekuatan atau pemerintahan negara dimana rakyat berpengaruh
diatasnya, atau dapat juga dibilang pemerintahan rakyat.[1] Jadi
demokrasi adalah pemerintahan rakyat, kedaulatan rakyat atau kekuasaan
tertinggi bukan berada di tangan raja atau pejabat tetapi berada di tangan
rakyat.[2]
Dari kutipan pengertian
tersebut tampak bahwa kata demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan negara
atau masyarakat, di mana warga negara dewasa ikut turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui
wakilnya yang dipimilih melalui pemilu. Pemerintah di negara demokrasi juga
mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara, beragama, berpendapat, berserikat
setiap warga negara, menegakkan Rule of Law.[3]
Adanya pemerintahan mayoritas
yang menghormati hak – hak kelompok minoritas dan masyarakat yang warga negara
nya saling memberi peluang yang sama untuk mendapatkan kehidupan yang layak.
Menurut Hans Kelsen, demokrasi
adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. dengan berpegang kepada teori
yang di kemukakan Kelsen ini kita dapat menanggapi lebih lanjut bahwa :
a. Yang melaksanakan kekuasaan
negara demokrasi ialah wakil – wakil rakyat yang terpilih, dimana rakyat yakin,
bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di dalam
melaksanakan kekuasaan negara.
b. Caranya melaksanakan kekuasaan
negara demokrasi ialah senantiasa mengingat kehendak dan keinginan rakyat.
Jadi, tiap – tiap tindakan dalam melaksanakan keinginan kekuasaan negara tidak bertentangan
dengan kehendak dan kepentingan rakyat, bahwa sedapat mungkin berusaha untuk
memenuhi segal keinginan rakyat.
c. Banyaknya kekuasaan negara
demokrasi yang boleh dilaksanakan tidaklah dapat di tentukan dengan
angka-angka, akan tetapi sebanyak mungkin untuk memperoleh hasil yang
diiinginkan oleh rakyat, asal saja tidak menyimpang dari dasar – dasar pokok
demokrasi.[4]
Keseluruhan sistem
penyelenggaraan negara itu pada dasarnya juga di peruntukkan bagi seluruh
rakyat itu sendiri. Bahkan negara yang baik di idealkankan pula agar
diselenggarakan bersama – sama dengan rakyat dalam arti dengan melibatkan
masyarakat dalam arti seluas – luasnya.
Ide demokrasi itu terwujud
secara formal dalam mekanisme kelembagaan dan mekanisme pengambilan keutusan
kenegaraan. Namun, dalam cakupan isinya, gagasan demokrasi itu menyangkut nilai
– nilai dan prinsip – prinsip dasar yang terwujud dalam perilaku budaya
masyarakat pendukung gagasan demokrasi itu.[5]
M. Duverger dalam bukunya Les
Regimes Politiques menyebutkan bahwa demokrasi itu termasuk cara
pemerintahan, dimana golongan yang memerintah dan golongan yang terperintah itu
adalah sejajar dan tidak terpisah – pisah. Dengan arti bahwa sistem
pemerintahan negara dalam intinya semua rakyat berhak sama untuk memerintah dan
juga untuk diperintah.
Setiap negara yang
pemerintahannya berazaskan demokrasi menurut pengalaman sejarah maupun menurut
praktek ketatanegaraan perlu di adakan suatu organisasi di dalam pemerintahan
dan di perhatikan dua pokok untuk membentuk suatu pemerintah yang layak yaitu
seleksi ( pemilihan orang – orang yang cakap ) dan delegasi (penyerahan)
kekuasaan oleh sekalian penduduk kepada golongan yang ditujukan sebagai
wakilnya.[6]
Demokrasi
diakui banyak orang dan negara sebagai system nilai kemanusiaan yang paling
menjanjikan masa depan umat manusia di dunia. Abraham Lincoln adalah presiden
Amerika Serikat pertama yang pernah mengatakan, bahwa demokrasi adalah
memerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Pengertian umum demokrasi pada
waktu sekarang ialah bahwa demokrasi itu juga di artikan sebagai perbandingan
“separuh dan satu”, jadi golongan mana telah memeperoleh suara paling sedikit
separuh dan satu suara, maka dianggap berdasarkan demokrasi.[7]
Dalam sistem demokrasi, suara
rakyat secara mayoritas harus di jadikan sebagai keputusan dengan syarat
keputusan tersebut di landasi oleh pikiran jernih tanpa adanya kepentingan
tertentu. Dalam hal tersebut adalah sebagai sesuatu persyaratan mutlak sebuah
keputusan atau kebajikan dapat dianggap demokrastis. Karena itu secara
substansial tidak mudah menyebutkan sebuah keputusan sudah demokratis kecuali
sudah memenuhi syarat dan mematuhi norma-norma dalam demokrasi.[8]
B. Sejarah Demokrasi
Demokrasi lahir dari jaman Yunani Kuno abad keenam sampai abad ketiga sebelum masehi
merupakan demokrasi langsung yaitu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat
keputusan – keputusan dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang
bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.[9]
Demokrasi langsung tersebut
berjalan secara efektif karena negara kota Yunani Kuno merupakan sebuah kawasan
politik yang tergolong kecil, yaitu sebuah wilayah dengan jumlah penduduk tidak
lebih dari 300.000 penduduk. Yang unik dari demokrasi Yunani itu adalah
ternyata hanya kalangan tertentu (warga negra resmi) yang dapat menikmati dan
menjalankan sistem demokrasi awal tersebut.
Sementara masyarakatnya
berstatus budak, pedagang asing, anak-anak dan perempuan tidak bisa menikmati
demokrasi. Dalam negara modern, mereka menganut demokrasi berdasarkan
perwakilan dan tidak lagi menganut demokrasi yang bersifat langsung.
Dalam sejarah demokrasi,
demokrasi Yunani Kuno berakhir pada abad pertengahan (600 – 1400). Pada masa
itu masyarakat Yunani berubah menjadi masyarakat feodal yang ditandai oleh
kehidupan keagamaan dikuasai oleh Paus dan pejabat agama dengan kehidupan
politik yang diwarnai dengan perbutan kekuasaan di kalangan para bangsawan.
Dilihat dari perkembangan demokrasi abad pertengahan menghasilkan suatu dokumen
yang penting yaitu Magna Charta Piagam Besar 1215.[10]
Sebelum abad pertengahan
berakhir, di eropa barat, pada permulaan abad ke 16 muncul negara-negara
nasional dalam bentuk modern, menyebabkan eropa barat mengalami beberapa
perubahan sosial dan kultural, dalam rangka mempersiapkan jalan untuk memasuki
zaman yang lebih modern dengan keyakinan bahwa akal dapat memerdekakkan diri
dari pembatasannya.
Dua kejadian ini menandai
kemunculan kembali demokrasi di Eropa yaitu gerakan Pencerahan (Renaissance)(1350
– 1650) dan Reformasi (1500 – 1650) yang mendapat banyak pengikutnya di eropa
utara, seperti Jerman, Swiss, dan sebagainya.
Gerakan Pencerahan
(Renaissance) adalah gerakan yang menghidupkan kembali minat pada budaya dan
sastra Yunani Kuno. Gerakan reformasi yaitu penyebab lain kembalinya tradisi
demokrasi di Barat, setelah pernah tenggelam pada abad pertengahan tersebut.
Gerakan reformasi adalah gerakan revolusi
agama di Eropa pada abad ke 16 dimana menyebabkan manusia berhasil melepaskan
diri dari penguasaan gereja, baik di bidang spiritual dalam bentuk dogma maupun di bidang sosial
dan politik. Tujuan dari gerakan ini yaitu gerakan kritis terhadap kebekuan
doktrin gereja.
Kedua aliran pikiran itu
membuat orang eropa barat pada tahun 1650-1800 untuk menyelami masa Abad
pemikiran (Aufklarung) beserta Rasionalisme yang ingin memerdekakan pemikiran
manusia dari batas – batas yang ditentukan oleh gereja dan mendasarkan
pemikiran atas akal semata – mata. Kebebasan berpikir membuka jalan untuk
meluaskan gagasan di bidang politik.
Dan mengakibatkan lahirnya
gagasan bahwa manusia mempunyai hak-hak politik yang tidak boleh di selewengkan
oleh raja dan mengakibatkan dilontarkannya kecaman – kecaman terhadap raja yang
menurut pola yang sudah lazim pada masa itu mempunyai kekuasaan ta terbatas.
Pendobrakan itu beradasarkan
atas suatu teori rasionalitas yang umumnya dikenal sebagai teori social kontrak
(kontrak sosial). Teori ini dilandaskan oleh pendapat bahwa dunia itu dikuasai
oleh hukum alam yang mempunyai pinsip seperti keadilan universal yang
mengandung arti bahwa berlaku untuk semua orang dan semua waktu. Dari konsep
seperti inilah muncul pandangan bahwa negara itu di bentuk karena adanya
perjanjian masyarakat atau yang sering di sebut dengan kontrak sosial.
Pada abad ke IIX dalam demokrasi
konstitusional menyelenggarakan hak politik rakyat diperlukan adanya
konstitusi, di dalam konstitusi terdapat pembatasan atau pembagian kekuasaan
pemeritah, ada konstistusi yang bersifat naskah dan ada juga yang bersifat bukan
naskah. Hal ini lah yang disebut dengan paham konstitusionalisme.
Konstitusonalisme ini menimbulkan negaara hukum di eropa barat dan rule of law
di negara penganut sistem hukum anglo saxon.[11]
Kemudian pada demokrasi
konstitusional abad XX muncul syarat-syarat untuk terselenggaranya pemerintah
yang demokratis di bawah rule of law
yang salah satu nya mengenai perlindungan konstitusional dan kebebasan
menyatakan pendapat. Dari beberapa uraian diatas menjelaskan sejarah demokrasi
dan dapat di simpulkan bahwa demokrasi itu merupakan suatu bentuk dari sistem
pemerintahan yang paling luas yang dimana inti pengkajiannya diletakkan pada
hubungan antara warga negara (rakyat) dengan negara atau pemerintah sebagai
institusi kekuasaan. Karena negara atau pemerintah merupakan suatu organ yang
paling penting dimana memiliki porsi pengawasan yang lebih menonjol.[12]
C. Perkembangan Demokrasi
Perkembangan demokrasi di
indonesia terjadi dalam beberapa tahap, seperti yang di jelasakan sebagai
berikut:
1. Tahap I (Periode demokrasi
parlementer (liberal) tahun 1945-1959)
Pada periode ini bisa disebut
dengan Demokrasi Parlementer (liberal). Demokrasi ini mulai berlaku semenjak
sebulan setelah kemerdekaan di proklamirkan. Dalam demokrasi ini menggunakan
UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya.[13]
Demokrasi liberal adalah paham
demokrasi yang menekankan pada kebebasan individu, persamaan hukum, dan hak
asasi bagi warga negaranya. Demokrasi liberal atau sering disebut demokrasi
parlementer, karena lembaga yang memegang kekuasaan menentukan terbentuknya
dewan (kabinet) berada di tanagn parlemen atau DPR.[14]
Namun demokrasi ini banyak yang beranggapan
tidak cocok untuk indonesia dan lemahnya budaya demokrasi pada masa ini memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik
dan DPR.[15]
Akibatnya perstuan yang digalang selama perjuangan melawan musuh bersama
menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif sesudah
kemerdekaan. Faktor
kegagalan seperti munculnya fragmentasi politik berdasarkan afiliasi kesukuan
dan agama.
Hal ini mengakibatkan
pemerintahan yang berbasis pada koalisi politik pada masa ini jarang dapat
bertahan lama dan persaingan tidak sehat antara fraksi politik dan
pemberontakan daerah terhadap negara mendorong presiden soekarno untuk mengeluarkan
Dekrit presiden 5 juli 1959 dan menegaskan kembali berlakunya UUD 1945.
Sehingga membuat demokrasi parlementer ini berakhir dan digantikan dengan
demokrasi terpimpin yang memusatkan presiden soekarno sebagai inti kekuasaan
negara.[16]
2. Tahap II (Periode Demokrasi
Terpimpin tahun 1959-1965)
Geleide
democratie
adalah demokrasi terpimpin menurut Ir. Soekarno, sedangkan menurut Dr.Moh.Hatta
dimaksudkan demokrasi terdidik. Kedua tafsiran ini memiliki arti dan maksud
yang sama. Dengan demokrasi terpimpin atau demokrasi terdidik ini diartikan
bahwa berhubung denganterdapatnya jurang yang cukup dalam yang memisahkan
pemimpin dengan rakyat, oleh karena itu maka untuk melaksanakan demokrasi para
pemimpin harus memimpin atau mendidik rakyat untuk demokrasi.[17]
Ciri
– ciri demokrasi ini adalah dominasi politik presiden dan berkembangnya
pengaruh komunis dan pernanan ABRI dalam panggung politik nasional. Hal ini
penyebabnya yaitu lahirnya dekrit presiden 5 juli 1959 sebagai usaha untuk
mencari jalan untuk keluar dari kebuntuan politik melalui pemimpin personal
yang tangguh.
Meskipun
UUD 1945 memberi peluang seorang
presiden untuk memipin sebuah pemerintahan dalam lima tahun, dalam Tap MPRS no
III/1963 mengangkat ir.soekarno sebagai sebagai presiden seumur hidup. Dengan
lahirnya tap mprs ini otomatis membatalkan ketetapan dalam UUD 1945.
Kepemipinan
tanpa batas ini melahirkan kebijakan yang menyimpang dari ketentuan UUD 1945,
seperti Ir. Soekarno membubarkan DPR yang merupakan hasil dari pemilu pada
tahun 1960 yang sebenarnya di dalam UUD 1945 mengatakan bahwa presiden tidak
memiliki wewenang untuk melakukan hal tersebut. Perilaku politik PKI yang berhaluan
dengan sosialis marxis di tentang oleh parpol islam dan kalangan militer. Hal
ini menjadi akhir dari sistem demokrasi terpimpin yang berakibat pada
perseteruan politik dan ideologis antara
PKI dan TNI yang dikenal dengan G-30S PKI.[18]
3. Tahap III (Periode Demokrasi
Pancasila tahun 1965-1998)
Demokrasi
pancasila ialah kerakyatan yang dipimpin oleh khidmat dan kebijaksanaan dalam
permusyawaratan dan perwakilan, yang merupakan sila keempat dari pancasila
seperti yang tercantum dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945. Penerapan demokrasi
pancasila harus di jiwai oleh sila-sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Keadilan Sosial bagi seluruh
rakyat indonesia.[19]
Latar
belakang munculnya demokrasi pancasila adalah adanya berbagai penyelewengan dan
permasalahan yang dialami bangsa indonesia pada masa berlakunya demokrasi
parlementer dan demokrasi terpimpin. Kedua jenis demokrasi tersebut tidak cocok
di terapkan di indonesia yang berdasarkan kekeluargaan dan gotong royong. Sejak
lahirnya orba, di berlakukannya demokrasi pancasila, sampai saat ini. Secara
konseptual, demokrasi pancasila masih dianggap dan dirasakan paling cocok di
terapkan di indonesia.
Demokrasi
ini merupakan sebuah demokrasi
konstitusional yang menonjolkan system presidensial. Landasan formal periode
ini adalah Pancasila, UUD 1945 dan ketetapan MPRS/MPR dalam rangka meluruskan
kembali penyelewangan terhadap UUD 1945 yaitu terjadi di masa demokrasi
terpimpin. Namun dalam perkembangannya peran presiden semakin dominan terhadap
lembaga-lembaga Negara yang lain. Melihat praktek demokrasi pada masa ini, nama
Pancasila hanya digunakan sebagai legitimilasi politis penguasaan saat itu,
sebab kenyataanya yang dilaksanakan tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila.[20]
Demokrasi
pancasila mengandung pengertian demokrasi yang di jiwai, di semangati, dan di
dasarkan oleh bangsa dan negara Indonesia, yang di jiwai dan di integrasikan
oleh nila- nilai luhur Pancasila. Adapun ciri-ciri demokrasi pancasila yaitu:[21]
·
Mengutamakan
musyawarah mufakat
·
Mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat
·
Tidak
memakasakan kehendak pada orang lain
·
Selalu
diliputi semangat kekeluargaan
·
Adanya
rasa tanggung jawab dalam melaksanakan hasil musyawarah
·
Dilakukan
dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur
·
Keputusan
dapat di pertanggung jawabkan kepada Tuhan YME berdasarkan nilai-nilai
kebenaran dan keadilan
Periode
ini terjadi pada masa pemerintahan presiden soeharto. Demokrasi pancasila
secara garis besar menawarkan tiga komponen demokrasi. Diantaranya:
a. Demokrasi dalam bidang politik,
dimana hakikatnya adalah menegakkan kembali asas negara dan kepastian hukum.
b. Demokrasi dalam bidang ekonomi,
dimana hakikatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga negara.
c. Demokrasi dalam bidang hukum,
pada hakikatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, perdilan bebas yang tidak
memihak.
Demokrasi pancasila yang di
kampanyekan hanya sebatas retorika politik belaka. Dalam prakteknya orba
bertindak jauh dari prinsip – prinsip demokrasi.
4. Tahap IV (Periode Pasca Orba/ Reformasi tahun 1998
sampai sekarang)
Sejak runtuhnya Orde Baru yang
bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka Indonesia memasuki
suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan reformasi
yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara
yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di
amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber
utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.[22]
Pengalaman terburuk yang
dialami pancasila berdampak terhadap keengganan kalangan tokoh reformasi untuk
menambah atribut lainnya pada kata demokrasi. Demokrasi yang hendak berkembang
dari runtuhnya rezim orde baru adalah demokrasi tanpa nama dimana hak rakyat
merupakan komponen penting dalam mekanisme dan pelaksanaan pemerintahan yang
demokratis. Wacana demokrasi pasca orde baru kuat kaitannya dengan penegakan
HAM dan pemberdayaan masyarakat madani.[23]
Menurut Hutington (Chaedar,
1998), reformasi mengandung arti “perubahan yang mengarah pada persamaan
politik negara, dan ekonomi yang lebih merata, termasuk perluasan bisnis
berpartisipasi politik rakyat. “pada reformasi di negara kita sekarang ini,
upaya meningkatkan partisipasi politik rakyat dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara merupakan salah satu agenda reformasi.
Berdasarkan peraturan perundang
– undangan dan praktik pelaksanaan demokrasi, terdapat beberapa perubahan
pelaksanaan demokrasi pada orde reformasi sekarang ini, yaitu:
ü
Pemilu
lebih demokratis
ü
Parpol
lebih mandiri
ü
Pengaturan
HAM
ü
Lembaga
demokrasi lebih berfungsi
ü
Konsep,
Trias Politika masing-masing bersifat otonom penuh.
D. Demokrasi Di indonesia
Negara Indonesia adalah negara
demokrasi, dalam dekade terakhir negara ini banyak mengalami kemajuan dalam
berdemokrasi. Para pimpinan lembaga negara sepakat bahwa kunci membangun
demokrasi Indonesia dalah dengan memperkuat “4 pilar kebangsaan”, empat
pilar itu ialah Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
Hampir semua teoritis bahkan sejak zaman klasik selalu menekankan
bahwa sesungguhnya yang berkuasa dalam demokrasi itu ialah rakyat atau demos,
populus. Oleh karena itu, selalu ditekankan peranan demos yang
senyatanya dalam proses politik yang berjalan. Paling tidak, dua tahap utama :
1.
Agenda setting, yaitu tahap untuk memilih
masalah apa yang hendak di bahas dan diputuskan.
2.
Deciding the outcome, yaitu tahap pengambilan
keputusan.
Telah
menjadi suatu kenyataan, ketika para elit nasional dan seluruh bangsa Indonesia
merumuskan bentuk negara dan pemerintahan pertama kali, BPUPKI dan PPKI pada
tahun 1945 secara formal menetapkan pilihan politik demokrasi sebagai
satu-satunya yang mendasari kehidupan politik di Indonesia.
Ketegasan
terhadap pilihan demokrasi tersebut secara eksplisit terdapat dalam Pasal 1
ayat 2 UUD 1945 bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR. Dalam kurun waktu enam puluh tahun bangsa Indonesia
merdeka, praktik kehidupan demokrasi masih mengalami pasang surut seiring
dengan arah dinamika pembangunan politik yang masih dalam proses menentukan
format sistem politik ideal yang sesuai dengan cita-cita demokrasi, sebagaimana
yang digagas oleh the founding father.
Praktik
kehidupan demokrasi banyak terjadi di negara berkembang termasuk indonesia,
seringnya terkecoh pada format politikyang kelihatannya demokratis, tetapi
dalam wujudnya bersifat otoriter. Hal ini terlihat disaat UUD 1945 di tetapkan
kembali melalui Dekrit Presiden 5 juli 1959, bertekad untuk melaksanakan UUD
1945 dan Pancasila sebagai murni dari konsekuen. Tetapi, pelaksanaanya belum
dapat terwujud pada demokrasi terpimpin yang terjadi pada tahun 1959 sampai
1966 yang disebabkan karena pemerintahan pada masa orde lama pada saat itu
cenderung memutuskan kekuasaannya kepada presiden saja.
Pada
akhirnya Indonesia pada tahun 1965 mengalami kehancuran baik dalam bidang
ekonomi, politik, budaya, sosial dan pertahanan dan keamanan. Hal serupa juga
pernah terjadi pada masa pemerintahan soeharto (orde baru) yang ditandai dengan
pemusatan kekukuasaan pada presiden, yang pada saat itu telah berhasil membawa
indonesia di ambang krisis multi dimensi dan pada akhirnya orde baru jatuh pada
tahun 1998.
Sejak
jatuhnya orde baru tuntutan yang mengemuka ketika itu adalah otonomi daerah
dari segera direalisasi atau pilihan ke arah
perubahan bentuk negara feodal. Akibatnya kuatnya arus tuntutan daerah
terhadap pusat itulah akhirnya dikeluarkan UU No. 22 Tahun 1999 yang telah
menekankan pada otonomi luas.
Di
setiap pergantian masa pemerintahan atau rezim, selalu mengandung harapan baru
berupa kehidupan yang lebih demokratis dibandingkan dengan pemerintahan
sebelumnya. Berakhirnya orde lama yang digantikan dengan orde baru yang di
tandai dengan ikut sertanya para teknokrat dari dunia akademis di pemerintahan,
pada mulanya membawa angin segar baru dalam kehidupan politik indonesia, namun
akibat inkonsistensi pada sikap dan pemikiran dalam menegakkan nilai-nilai
dasar demokrasi, yang pada akhirnya orde baru terseret dalam praktik
pemerintahan pragmatis dan otoriter. Dan akibantnya adalah hukum di tundukkan
untuk mengabdi kepada sistem kekuasaan represif.
Selama
orde baru, HAM sipil dan politik banyak dilanggar dengan alasan untuk menjaga
stabilitas politik demi kelancaran pembangunan ekonomi. KKN merajalela dan
hukum menjadi kekuasaan politik dan campur tangan eksekutif terhadap kekuasaan
kehakiman menjadi hal yang sudah biasa. Banyak keputusan MA membuat rugi
masyarakat kecil akibat dari pemihakannya dan alasannya yang mengatas namakan
demi kesatuan bangsa, pancasila, kepentingan umum yang sebenarnya merugikan
HAM.
Adanya
sikap yang
bertentangan antara sebuah hal pada waktu yang sama (ambivalen) yang merupakan
akibat dari pengaruh uni soviet dan global dan mengharuskan penguasa untuk
mengadopsi kecenderungan internasional yang diakui oleh bangsa beradab lainnya.
Derap
reformasi yang mengawali lengsernya orde baru pada awal tahun 1998 yang pada
dasranya merupakan gerak yang kesinambunganyang merefleksikan komitmen bangsa
indonesia yang secara rasional dan sistematis bertekad untuk mengaktualisasikan
nilai dasar demokrasi seperti sikap transparan dan aspiratif dalam mengambil
keputusan politik.
Pemerintah orde reformasi ingin melakukan
penataan ulang arah kebijakan hukum nasional, yang tertuang dalam GBHN 1999.
Perintah dari MPR melalui GBHN 1999 kemudian ditindak lanjuti dengan di
keluarkannya UU No. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional tahun
2000-2004.
Demokrasi harus
di kembangkan atas dasar saling percaya antara satu dengan yang lainnya karena
jika tidak ada rasa saling percaya maka harapan untuk demokrasi tidak akan
terjadi, demokrasi juga mempersyaratkan sikap dan perilaku yang moderat serta
taat aturan hukum. Kecenderungan ekstrimitas dalam sikap jelas tidak akan
mendukung munculnya demokrasi.
Secara
mendasar, gerakan reformasi harus diinterpretasikan sebagai suatu upaya yang
terorganisir dan sistematis dari bangsa indonesia untuk mengaktualisasikan
nila0nilai demokrasi, yang di sepanjang kekuasaan rezim orde baru terlanjur
telah dimanipulasi dan diselewengkan. Berdasarkan interprestasi reformasi itu,
maka agenda nasional harus difokuskan pada upaya pengembangan yang terus
“indeks demokrasi”. Indeks itu dapart dikelompokkan kedalam 4 aspek kehidupan
berbangsa dan bernegara, yaitu
1. Keberadaan
sistem pemilu yang bebas dan adil
2. Keberadaan
pemerintah yang terbuka, akuntabel dan responsif
3. Pemajuan dan
perlindungan hak sipil dan politik seluruh masyarakat.
4. Keberadaan
masyarakat yang memiliki rasa percaya diri yang penuh.
Pemilu menjadi
alat di indonesia dalam melaksanakan sebuah demokrasi. Adanya ketentuan
mengenai pemilu dalam UUD 1945 dimaksudkan untuk memberi landasan hukum yang
lebih kuat bagi pemilu sebagai salah satu wahana pelaksana kedaulatan rakyat.[24]
Pemilu memang
dianggap sebagai lambang sekaligus tolak ukur utama dan pertama dari demokrasi,
artinya pelaksanaaan dan hasil pemilu merupakan refleksi dari suasana
keterbukaan dan aplikasi dari nilai dasar demokrasi, di samping itu perlu
adanya kebebasan berpendapat dan berserikat yang di anggap cermianan pendapat
warga negara. Alasannya, pemilu memang dianggap akan melahirkan suatu
representatif aspirasi rakyat tentu saja berhubungan erat dengan legitimasi
bagi pemerintah.
Melalui pemilu,
demokrasi sebagai sistem yang menjadi alat kebebasan warga terwujud melalui
penyerapan suara sebagai bentuk partisipasi publik secara luas. Dengan kata
lain, bahwa pemilu merupakan simbol arti kedaulatan rakyat.[25]
E. Kesimpulan
Fenomena dimana rakyat memilih
langsung pimpinan pemerintahan ini dikenal dengan istilah “demokrasi”.
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu kata demos dan kratos.
Demos artinya rakyat dan kratos artinya pemerintahan. Jadi demokrasi berarti
pemerintahan rakyat yaitu pemerintahan yang rakyatnya memegang peranan yang
sangat menentukan.
Keseluruhan sistem
penyelenggaraan negara itu pada dasarnya juga di peruntukkan bagi seluruh
rakyat itu sendiri. Bahkan negara yang baik di idealkankan pula agar
diselenggarakan bersama – sama dengan rakyat dalam arti dengan melibatkan
masyarakat dalam arti seluas – luasnya.
Dalam sistem demokrasi, suara
rakyat secara mayoritas harus di jadikan sebagai keputusan dengan syarat
keputusan tersebut di landasi oleh pikiran jernih tanpa adanya kepentingan
tertentu. Dalam hal tersebut adalah sebagai sesuatu persyaratan mutlak sebuah
keputusan atau kebajikan dapat dianggap demokrastis. Karena itu secara
substansial tidak mudah menyebutkan sebuah keputusan sudah demokratis kecuali
sudah memenuhi syarat dan mematuhi norma-norma dalam demokrasi.
Demokrasi
diakui banyak orang dan negara sebagai system nilai kemanusiaan yang paling
menjanjikan masa depan umat manusia di dunia. Dalam sejarahnya Demokrasi lahir dari jaman Yunani Kuno abad keenam sampai abad ketiga
sebelum masehi merupakan demokrasi langsung yaitu bentuk pemerintahan dimana
hak untuk membuat keputusan – keputusan dijalankan secara langsung oleh seluruh
warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.
Dalam sejarah demokrasi,
demokrasi Yunani Kuno berakhir pada abad pertengahan (600 – 1400). Pada masa
itu masyarakat Yunani berubah menjadi masyarakat feodal yang ditandai oleh
kehidupan keagamaan dikuasai oleh Paus dan pejabat agama dengan kehidupan
politik yang diwarnai dengan perbutan kekuasaan di kalangan para bangsawan.
Dilihat dari perkembangan demokrasi abad pertengahan menghasilkan suatu dokumen
yang penting yaitu Magna Charta Piagam Besar 1215.
Ada 2 gerakan yang menandai
kemunculan kembali demokrasi di Eropa yaitu gerakan Pencerahan
(Renaissance)(1350 – 1650) dan Reformasi (1500 – 1650). Renaissance yaitu
gerakan yang menghidupkan kembali minat kepada kesusasteraan dan kebudayaan
yunani kuno yang selama abad pertengahan telah disisihkan. Dan reformasi yaitu
gerakan revolusi agama di Eropa pada abad ke 16 dimana menyebabkan manusia
berhasil melepaskan diri dari penguasaan gereja, baik di bidang spiritual dalam bentuk dogma maupun di bidang sosial
dan politik.
Selanjutnya perkembangan
demokrasi khususnya di indonesia terjadi dalam 4 tahap periode yaitu yang
pertama Periode Demokrasi Parlementer (liberal) yang di laksanakan pada tahun
1945 hingga 1959, kedua Priode Demokrasi Terpimpin. Demokrasi ini berjalan
sejak tahun 1959 sampai 1965. Ketiga, Periode Demokrasi Pancasila dari tahun
1965 sampai 1998. Dan yang keempat Periode Demokrasi Pasca Orba atau Reformasi
yang berjalan sejak 1998 hingga saat ini.
Dalam
praktik kehidupan demokrasi banyak terjadi di negara berkembang termasuk
indonesia, seringnya terkecoh pada format politik yang kelihatannya demokratis,
tetapi dalam wujudnya bersifat otoriter. Hal ini terlihat disaat UUD 1945 di
tetapkan kembali melalui Dekrit Presiden 5 juli 1959, bertekad untuk
melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila sebagai murni dari konsekuen. Tetapi,
pelaksanaanya belum dapat terwujud pada demokrasi terpimpin yang terjadi pada
tahun 1959 sampai 1966 yang disebabkan karena pemerintahan pada masa orde lama
pada saat itu cenderung memutuskan kekuasaannya kepada presiden saja. Pada
akhirnya Indonesia pada tahun 1965 mengalami kehancuran baik dalam bidang
ekonomi, politik, budaya, sosial dan pertahanan dan keamanan.
Di
setiap pergantian masa pemerintahan atau rezim, selalu mengandung harapan baru
berupa kehidupan yang lebih demokratis dibandingkan dengan pemerintahan
sebelumnya.
Dalam
kehidupan demokrasi tidak akan datang , tumbuh dan berkembang dengan sendirinya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Demokrasi memerlukan
usaha nyata setiap warga negara dan perangkat pendukungnya dan dijadikan
dmeokrasi sebagai pandangan hidup (way of life) dalam kehidupan bernegara.
Demokrasi
ada yang bersifat langsung dan ada yang bersifat tidak langsung, bersifat
langsung yaitu suatu pemerintahan dimana rakyat dalam menyelenggarakan
pemerintahannya tanpa melalui perwakilan atau rakyat diikut sertakan dlaam
proses pengambilan keputusan untuk menjalankan kebijakan pemerintah. Dan
bersifat tidak langsung yaitu demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem
perwakilan maksudnya rakyat menyerahkan kedaulatannya kepada perwakilan yang
telah dipilih dan di percaya dimana demokrasi ini dijalankan oleh rakyat
melalui wakilnya yang dipilih melalui pemilu.
Pemilu menjadi
alat di indonesia dalam melaksanakan sebuah demokras dan dianggap sebagai
lambang sekaligus tolak ukur utama dan pertama dari demokrasi, artinya
pelaksanaaan dan hasil pemilu merupakan refleksi dari suasana keterbukaan dan
aplikasi dari nilai dasar demokrasi
Jadi,
demokrasi itu harus ada keyakinan yang luas dari masyarakat bahwa demokrasi
adalah sistem pemerintahan yang tebaik dibandingkan sistem lainnya. Banyak
manfaat dari adanya demokrasi ini, seperti tampaknya kesetaraan sebagai warga
negara, memenuhi kebutuhan – kebutuhan umum, adanya pluralisme dan kompromi,
menjamin hak-hak dasar dan pembaruan kehidupan sosial.
[1] C.S.T.
Kansil, S.H., Hukum Tata Negara Republik
Indonesia jilid 2, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm 42.
[2] Muhammad
Ihsan, Pendidikan Pancasila, Pekanbaru, 2013, hlm 95.
[3] Jakni,
Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggu, Alfabeta bandung, Bandung,
2014,hlm 235
[4] Kansil,
Op.Cit., hlm 43
[5] Jimly
Asshiddiqie, Hukum Tata Negara dan Pilar – Pilar Demokrasi, Bumi Aksara,
Rawamangun, 2011, hlm 293
[6] Ellydar
Chaidir dan Asri Muhammad Saleh, Ilmu Negara, Mandiri Press, Pekanbaru, 2002,
hlm 54 dan 55
[7] C.S.T.
Kansil, S.H., Hukum Tata Negara Republik
Indonesia jilid 2, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm 43
[8] Muhammad
ihsan, Pendidikan pancasila, hlm 97
[9] Ni’matul
Huda, Ilmu Negara, hlm 197
[10]
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2005, hlm 239
[11] Nurtjahjo,
Filsafat Demokrasi, Bumi Aksara, Jakarta, 2005, hlm 148
[12] Ibid.,
hlm 150.
[13] http://sistempemerintahannegaraindonesia.blogspot.co.id/2015/11/sejarah-perkembangan-demokrasi-di.html
diakses pada tanggal 18 November 2016 pukul 20.54.
[14] Jakni,
Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggu, Alfabeta bandung, Bandung,
2014,hlm 243
[15] http://www.kompasiana.com/rianoktaviansyah/perkembangan-demokrasi-di-indonesia_563f1de8917e6170071111e9
diakses pada tanggal 18 November 2016 pukul 21.06
[16] A.
Ubaedillah dan Abdul Rozak, PKN (Civil education), ICCE Uin Syarif Hidayatullah
Jakarta, Jakarta, 2011, hlm. 43.
[17] C.S.T.
Kansil, S.H., Hukum Tata Negara Republik
Indonesia jilid 2, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hlm 57
[18] A.
Ubaedillah dan Abdul Rozak, op. Cit. hlm 43 dan 44
[19] C.S.T.
Kansil, S.H, op. Cit, hlm 58
[20] http://www.kompasiana.com/rianoktaviansyah/perkembangan-demokrasi-di-indonesia_563f1de8917e6170071111e9,
diakses pada 18 November 2016 pukul 23.15
[21] Jakni,
Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggu, Alfabeta bandung, Bandung,
2014,hlm 246
[22] http://sistempemerintahannegaraindonesia.blogspot.co.id/2015/11/sejarah-perkembangan-demokrasi-di.html,
diakses pada 18 November 2016 pukul 23.30
[23] A.
Ubaedillah dan Abdul Rozak, op. Cit. hlm 45 dan 46
[24] Ni’matul
Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm 268
[25] Dr.
Titik Triwulan Tutik,S.H., M.H., Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945, Prenamedia Grup, Jakarta, 2010, hlm 329
Tidak ada komentar:
Posting Komentar